Waduk Jatigede Destinasi Wisata Potensial di Sumedang

Advertisement

Di bawah pohon rindang di pinggir jalan berdebu. Bapak tua itu seolah tak peduli oleh lalu lalang mobil dan motor yang ramai melintasi jalan berdebu itu. Ia sibuk sendiri menggali lubang untuk mendirikan tiang bambu. Sepertinya akan mendirikan sebuah saung untuk jualan -- mencoba mengais rezeki dari ramainya hilir mudik kedatangan para wisatawan ke lokasi bendungan Jatigede.


Waduk Jatigede merupakan proyek bendungan yang digagas sejak era Soekarno tahun 1963. Setelah 52 tahun lamanya, akhirnya pada 31 Agustus 2015 lalu diresmikan oleh Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada awalnya akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, tetapi batal.

Bendungan Serbaguna Jatigede ini membendung aliran air Kali Cimanuk. Terletak di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Bendungan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Jatiluhur, menelan dana  tak kurang dari 7 triliun. Menurut sumber dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, total nilai kontrak proyek adalah US$239,573 dengan kontraktor dari Indonesia yaitu Wika, Waskita dan PP bersama China Sinohydro Corp.

Direncanakan bendungan ini akan menghasilkan energi listrik sebesar 110 Megawatt. Kemudian listrik yang dihasilkan Waduk Jatigede akan masuk ke sistem transmisi Jawa-Bali. Sepertinya pemerintah mengejar pencapaian target listrik 35.000 Megawatt harus terpenuhi. Dengan diresmikannya bendungan Waduk Jatigede diharapkan dapat mengurangi krisis energi di negeri ini. 


Selain untuk membangkitkan energi listrik. Waduk Jatigede juga akan dapat mengairi sawah seluas 130.000 hektar di Kabupaten Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Juga sebagai pengendali banjir di wilayah Cirebon dan sekitarnya. 

Tidak hanya itu air bendungan Waduk Jatigede bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sarana olahraga, parawisata, budidaya ikan air tawar dan lain sebagainya. Diharafkan ke depannya Jatigede bisa menjadi destinasi wisata potensial.

Tetapi dampak sosial yang diakibatkan proyek Jatigede tidaklah kecil. Adalah harus menenggelamkan areal seluas 6.738 hektar. Meliputi: sawah, hutan, permukiman rakyat, ladang, kebun, jalan desa, sekolah, tempat peribadatan dan lain-lain. Tidak hanya itu, ada 48 situs cagar budaya para leluhur kerajaan Sumedang Larang di daerah genangan harus dipindahkan. 

Di samping itu ribuan warga dari 35 Desa di 6 kecamatan yaitu; Jatigede, Cadasngampar, Wado, Cisitu, Situraja, dan Darmaraja. Harus meninggalkan tempat tinggal dari tanah leluhurnya yang sudah ditempati puluhan tahun.

Beberapa waktu lalu sebelum digenangi, penulis sempat melihat ke kampung halaman -- yang juga terkena dampak bendungan Jatigede -- yaitu kampung Cibungur, Desa Jatibungur, Kecamatan Darmaraja. Terharu, melihat rumah-rumah penduduk sudah dibongkar dengan sukarela. 

Tak kalah sibuk, di sudut lain  ada juga yang sedang menyiapkan bahan bangunan, dan memilah-milah batu bata dari sisa reruntuhan. Sementara di jalanan kampung, tampak hilir mudik mobil bak terbuka, dan truk mengangkut bahan bangunan. Hal yang sama sepertinya terjadi di kampung lain yang terkena genangan Waduk Jatigede.

Warga  yang sudah membongkar rumah dan pindah umumnya yang sudah mendapatkan uang kerohiman, yang besarannya berbeda setiap keluarga. Pemerintah membagi dua kelompok keluarga. Untuk kelompok A, adalah mereka yang berhak mendapatkan konpensasi berdasarkan Permendagri No. 15 tahun 1975, besaran uang untuk rumah pengganti Rp122.591.200,-. Sedangkan untuk kelompok B, adalah berdasarkan Keppres No.55 tahun 1993, dan Perpres No.36 tahun 2005, besaran uang santunan Rp29.360.192,-. Kelompok B ini umumnya berasal dari pecahan keluarga.

Tidak mudah untuk mendapatkan uang pengganti itu. Setiap keluarga harus melengkapi berbagai persyaratan administrasi terlebih dahulu. Bahkan jika ahli waris sudah ada yang meninggal maka harus mengikuti sidang ahli waris. Tentunya setelah melengkapi berkas-berkas yang diperlukan, dan sudah lolos verifikasi dan divalidasi. Tak heran hampir setiap hari kecuali hari libur ada sidang maraton di pengadilan Agama Kabupaten Sumedang. Semenjak ada sidang ahli waris dampak proyek Jatigede, setiap hari kantor itu mendadak ramai.

Persoalan belum tuntas. Setelah mendapatkan uang tunai pun warga dampak Jatigede dibuat bingung mengatur biaya untuk pindah dan membangun tempat tinggal baru. Harga tanah dan bahan bangunan di daerah itu mendadak meroket. Bahkan sampai saat ini masih ada beberapa keluarga yang rumahnya terbengkalai akibat kekurangan biaya.

Permasalahan krusial lain adalah hilangnya mata pencaharian mereka, yang rata-rata petani. Bahkan sampai sekarang banyak  warga terkena dampak Jatigede kesulitan mendapatkan mata pencaharian. Karena sudah tidak mempunya lagi sawah dan ladang sebagai garapannya untuk menunjang kehidupan.

Terlepas dari pro-kontranya keberadaan bendungan Waduk Jatigede-- telah dan akan menjadi destinasi wisata baru. Kabupaten Sumedang kelak akan mempunyai obyek wisata baru yang potensial. Dengan adanya dukungan jalan tol Cisumdawu sepanjang 60 km yang menghubungkan Cilenyi, Sumedang. Dawuan. Dan juga adanya Bandara Internasional Kertajati di Majalengka dalam pengerjaan. Nantinya bisa menjadi kredit poin untuk menarik wisatawan lokal maupun asing berkunjung ke obyek wisata Jatigede dan tempat-tempat wisata lain di Kota Sumedang.

Gencarnya pemberitaan Waduk Jatigede di media, banyak mengundang rasa penasaran masyarakat untuk melihat langsung ke lokasi. Tak heran setiap akhir pekan antrian kendaraan mobil dan motor wisatawan berdatangan dari berbagai daerah. Indikasinya terlihat dari plat kendaraan terparkir dan yang baru berdatangan. Seperti dari Bandung, Garut Indramayu, Majalengka, Cirebon, Kuningan dan lain-lain.

Walaupun siang itu terik matahari cukup panas. Tetapi tak menyurutkan semangat para wisatawan datang untuk melihat Waduk Jatigede lebih dekat. Ada yang datang perorangan, dan ada juga secara rombongan dengan bus carteran. Tak ketinggalan para komunitas biker turut hadir meramaikan suasana. Siang itu petugas parkir dibantu aparat kepolisian dibuat sibuk mengatur keluar masuk kendaraan.


Untuk melihat lebih dekat ke kostruksi bendungan. Para pengunjung harus rela berjalan kaki kira-kira 300 meter dari areal parkir, jarak yang cukup lumayan untuk menguras keringat. Disarankan bagi pengunjung untuk membawa payung untuk berjaga-jaga dari sengatan panas matahari, dan turun hujan. Kendaraan tidak diperbolehkan masuk lebih dekat ke areal proyek.

Pengunjung pun tidak diperbolehkan masuk dan naik ke atas tembok utama bendungan. Akses pintu masuk utama tembok bendungan dijaga petugas. Para wisatawan yang datang hanya bisa melihat dari tempat yang sudah disediakan. Dari situ dapat melihat pemandangan sekitar bendungan dengan latar pegunungan.

Ternyata dari sekian banyak pengunjung ada yang terharu, sedih melihat tanah kampung halamannya harus lenyap. Betapa tidak di tanah itu mereka sudah tinggal puluhan tahun. Di tanah itu mereka dilahirkan dan dibesarkan, kini ‘terpaksa’ harus  mereka tinggalkan.

Diharapkan pengembangan wisata Waduk Jatigede dan sekitarnya dapat cepat terwujud. Sehingga akan mendongkrak perekonomian masyarakat itu sendiri. Tentunya dalam pengembangan obyek wisata nanti, diharapkan melibatkan dan mengutamakan sumberdaya dari warga sekitar yang terkena proyek Waduk Jatigede. Sehingga mereka akan merasakan manfaat nyata. Dan mereka pun bisa segera mendapatkan kembali mata pencaharian baru dari kebangkitan parawisata di daerah tersebut. Semoga!

Rute ke Bendungan Jatigede
Untuk menuju ke lokasi, dari Bandung bisa melalui arah kota Sumedang. Dari patung endog (telor) lurus sedikit, putar balik terus belok kiri ke arah jalan Situraja-Wado (soalnya tidak boleh belok kanan langsung). 

Jika memakai jalan lingkar luar jalur ke Cirebon dari arah terminal bus Kota Sumedang akan menemukan putaran perempatan Alam Sari. Terus lurus, langsung ke arah Situraja-Wado. Bisa juga melalui jalur ke arah Cirebon. Tetapi menurut saya melewati jalur Cirebon kalau dari Bandung agak jauh, dibandingkan lewat Situraja.


Apabila sudah sampai di Kecamatan Situraja. Sekitar 400 meter sehabis pasar Situraja, ada jalan sedikit menurun siap-siap belok kiri. Tepatnya belok dari Warung Ketan. Terus cari arah Desa Sudapati-Pajagan berlanjut ke Jatigede. Jalan perkampungan ini agak sempit tetapi sudah diaspal. Setelah memasuki lokasi bendungan kondisi jalan agak bergelombang karena dalam tahap perbaikan. Tetapi mudah dilalui kendaraan mobil maupun motor.

Bagi pengunjung yang akan berwisata dari arah Garut, Tasikmalaya bisa melalui jalur Wado. Tetapi jika akan ke bendungan utama dari Wado harus melalui akses jalan lingkar menuju Darmaraja dan Situraja.

Setelah memasuki Kecamatan Situraja di pertigaan kampung Cisitu atau Malingping, bisa langsung belok kanan. Atau belok dari Warung Ketan, sama saja akan ketemu di jalan Desa Pajagan, dan berlanjut ke Jatigede.

Melalui jalur Situraja ini, dari jalan raya Wado-Sumedang ke Waduk Jatigede lebih dekat. Waktu tempuh kira-kira satu jam ke lokasi bendungan -- melewati beberapa desa dan perkampungan penduduk. Setelah sampai di Desa Pajagan pengunjung akan melewati hutan jati, dan tidak lama akan tiba di areal proyek bendungan Waduk Jatigede.


Pengunjung yang berasal dari arah Situraja ini akan tiba dari samping selatan tembok bendungan Jatigede. Posisinya berada di atas bukit yang sudah diratakan untuk areal parkir dan sebagai sarana pandang bagi para wisatawan. Sayang, permukaanya masih tanah merah. Jika musim hujan tanah akan lengket dan licin. Berbeda dengan areal parkir di sebelah utara bendungan relatif lebih baik.

Memasuki areal proyek bendungan ini pengunjung akan dikenakan restribusi parkir. Untuk sepeda motor Rp5.000,-, mobil Rp10.000,-(harga tiket sewaktu-waktu bisa berubah). Pengelolaan parkir sebelah selatan bendungan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu. Sedangkan pengeloaan restribusi parkir di areal sebelah utara dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa Cijeungjing.

Jika ingin melihat lebih dekat ke pintu gerbang utama bendungan. Pengunjung dari arah Situraja bisa langsung menyusuri jalan agak menurun. Jalan yang berada di belakang bentangan tembok raksasa sepanjang 1.715 meter itu. Kemudian melewati jembatan kali Cimanuk dan akan ketemu jalan raya dari arah Tomo-Tolengas, dan akan tiba di lokasi depan bendungan Jatigede.

Sedangkan pengunjung dari Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Kuningan. Bisa melalui tujuan Tomo-Tolengas dan berlanjut ke Desa Cijeungjing, Jatigede. Lewat jalur ini kondisi jalan cukup lebar beraspal mulus dan bisa langsung menuju areal depan obyek wisata Jatigede.

Sekarang setelah selesai  penggenangan, sekitar Waduk Jatigede banyak tempat-tempat wisata bermunculan. Salah satunya Tanjung Duriat dan banyak spot-spot lain yang menarik untuk dikunjungi.  

3 komentar:

  1. Kereenn euy liputannya....
    Apalagi ada foto rumah wa naah (jd inget jaman itu)

    ReplyDelete
  2. terima kasih sudah mengunjungi mhenk.blogspot.com,...kritik dan sarannya ditunggu

    ReplyDelete