Advertisement
“Bangun,… bangun…, ayo
bangun kalau kepengen melihat pamandangan bagus! Udah jauh-jauh bayar, kalau mau
numpang tidur jangan di sini, di rumah nenek saja!,” teriak salah satu
petugas (ranger) menjelang
subuh. Membangunkan ratusan para pendaki yang sedang berkemah di puncak Gunung
Prau. Para pendaki pun satu persatu berhamburan menuju lereng sebelah timur.
Mencari posisi yang bagus untuk berburu keindahan penomena alam yang cantik itu.
Itulah sepenggal
kejadian di Gunung Prau, ketika saya bersama teman-teman melakukan
pendakian ke Gunung Prau beberapa waktu lalu. Sebanyak 18 pecinta alam ikut
serta dalam rombongan itu, terdiri dari 13 pria dan 5 wanita.
Memulai pemberangkatan dari Jakarta pada Jumat malam sekitar pukul 23.00 WIB. Kami tiba di Banjarnegara sekitar pukul 11.30 WIB siang. Dan terlebih dahulu mampir ke rumah salah satu teman untuk istirahat. Setelah makan dan cukup sekitar pukul 14.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju Wonosobo.
Memulai pemberangkatan dari Jakarta pada Jumat malam sekitar pukul 23.00 WIB. Kami tiba di Banjarnegara sekitar pukul 11.30 WIB siang. Dan terlebih dahulu mampir ke rumah salah satu teman untuk istirahat. Setelah makan dan cukup sekitar pukul 14.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju Wonosobo.
Di perjalanan itu kami sempat diguyur hujan. Mulai dari kota
Wonosobo sampai kawasan Pegunungan Dieng. Sehingga membuat kami menjadi sedikit was-was. Sebab jika hujan turun terus menerus pasti akan
menyulitkan pendakian. Selain itu kami kurang mengenal kondisi medan jalur
pendakian Gunung Prau yang sesungguhnya. Walaupun sebelumnya sudah berusaha
mencari tahu tentang Gunung Prau. Tetapi kekhawatiran itu tetap ada.
Akibat guyuran hujan itu,
menjelang Dieng laju kendaraan agak lambat. Walapun demikinan teman-teman sangat
menikmati perjalanan itu. Karena di sepanjang jalan yang berkelok-kelok itu disuguhi pemandangan
pegunungan eksotik yang dihiasi terasering perkebunan sayur mayur. Walaupun ketika
itu masih musim kemarau, tetapi pesona Dieng tetap menarik untuk dinikmati.
Sekitar pukul 16.00 WIB
kami tiba di Patak Banteng. Track ini
memang telah menjadi favorit bagi para pendaki. Melewati jalur Patak Banteng
pendakian relatif pendek dibandingkan lewat jalur Dieng. Perkiraan waktu tempuh bisa
mencapai antara 2-3 jam. Tetapi jalur Patak Banteng mempunyai tingkat elevasi
yang curam. Sehingga kami pun, tidak boleh menganggap enteng jalur ini.
Sebenarnya Gunung Prau dapat didaki melalui tiga jalur. Yaitu dari Kenjurang,
Patak Banteng, dan Dieng.
Secara geografis Gunung
Prau berada di daratan tinggi Dieng, Jawa Tengah. Terletak di antara tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Kendal, Batang dan Wonosobo. Dengan ketinggian 2.565 meter
di atas permukaan laut (mdpl). Gunung Prau paling tinggi di antara Gunung
Sipandu, Gunung Pangamun-amun, dan Gunung Juranggrawah yang berada di kawasan
Dieng. Gunung Prau, telah menjadi salah satu primadona bagi para pendaki.
Karena tidak terlalu tinggi untuk didaki dan jarak tempuh yang pendek. Rasanya
ada yang kurang apabila belum mencoba mendaki menikmati keindahan alam dari
puncak Gunung Prau.
Setelah turun dari
kendaraan. Kami mempersiapkan barang bawaan masing-masing. Sementara Gunawal
dan Ipin, kordinator rombongan melapor ke pos jaga. Walaupun hari semakin sore
dan sebentar lagi malam akan tiba. Kami melihat para pendaki masih ramai berdatangan.
Areal parkir dekat pos jaga pun sudah dipenuhi kendaraan mobil dan motor.
Padahal ketika itu hari libur biasa, Sabtu dan Minggu. Tak salah memang jika
keberadaan Gunung Prau menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki gunung.
Sekitar pukul 17.00 WIB, diiringi guyuran hujan rintik-rintik kami mengawali pendakian. Raut
muka kelelahan belum hilang di wajah teman-teman. Tetapi dengan doa dan
keyakinan dari teman-teman, untuk menggapai puncak Gunung Prau
masih tetap semangat. Semangat kami bukan untuk menaklukkan alam. Tetapi kami ingin
bersahabat dengan alam. Menikmati keindahan dan
memelihara alam yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia.
Baru beberapa langkah
dari pos jaga. Track Patak
Banteng sudah memberikan tantangan. Tidak ada istilah pemanasan. Padahal masih
di sekitar perkampungan penduduk. Langkah kaki tanpa kompromi harus ekstra mengeluarkan tenaga melawan
tanjakan menuju pos1 Sikut Dewo. Awal pendakian yang lumayan menguras tenaga.
Tak ayal banyak para pendaki dibuat kerepotan.
Pelan tapi pasti satu
per satu para pendaki tiba di pos 1 Sikut Dewo. Ramainya para pendaki yang
datang pada hari itu membuat perjalanan harus antri. Karena jalur pendakian
sangat sempit. Ketika naik dari pos pertama ini pendaki harus berpegang
pada batangan bambu. Kami melihat ada beberapa petugas Gunung Prau mengawasi para pendaki. Para petugas atau ranger itu dengan sigap siap membantu apabila ada pendaki yang mendapat kesulitan. Bahkan
mereka siap menjadi porter untuk membawa barang sampai ke puncak.
Beruntung hujan sudah
berhenti. Malah cuaca di sekitar gunung berubah menjadi cerah. Keadaan ini
membawa gembira kepada para pendaki. Sebaliknya jika hujan terus menerus turun
maka tanah jalur pendakian akan licin. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh para
pendaki. Karena akan menyulitkan perjalanan menuju puncak. Tetapi sepertinya
hujan tadi tidak sampai membasahi ke lapisan tanah bagian bawah.
Sehingga ada sebagian jalur tanah gembur, ketika dilewati mengakibatkan debu berterbangan. Beruntung kami mempersiapkan masker agar tidak
mengirup debu.
Setelah melewati pos 3 hari
semakin gelap. Para pendaki mulai menyiapkan lampu senter dan head lamp. Semakin ke atas jalur
pendakian semakin menanjak. Bahkan ada sebagian dari rombongan kami yang kedodoran,
tertinggal jauh di bawah. Melihat keadaan ini kami membuat basecamp darurat di pinggir jalur
pendakian. Dan salah satu peserta harus kembali turun menjemput.
Bahkan teman kami ada yang
mengalami kram kaki. Kondisi demikian memang sering terjadi dialami oleh
sebagian para pendaki. Biasanya disebabkan terlalu kecapean dan beban yang
berat. Bisa juga karena kurangnya peregangan otot. Memang di sinilah kerjasama
antar para pendaki sangat diperlukan. Bersyukur selama pendakian kami tidak
mengalami masalah lebih parah. Memang itu sangat tidak diinginkan.
Setelah rombongan kami komplit dan cukup istirahat, perjalanan dilanjutkan. Sedangkan yang membawa peralatan tenda diminta naik terlebih dahulu untuk mencari lokasi buat mendirikan tenda maklum kami akan terlambat ke puncak.
Setelah rombongan kami komplit dan cukup istirahat, perjalanan dilanjutkan. Sedangkan yang membawa peralatan tenda diminta naik terlebih dahulu untuk mencari lokasi buat mendirikan tenda maklum kami akan terlambat ke puncak.
Alam malam mulai terasa
seolah memberi cobaan kepada para pendaki. Dengan tiupan angin kencang dan suhu udara
yang semakin dingin. Menusuk-nusuk ke pori-pori kulit tubuh. Sementara di
lembah, pemukiman penduduk terlihat kelap-kelip lampu. Seolah
mengobarkan semangat kepada para pendaki untuk tidak menyerah. Serta diiringi paduan
suara binatang malam bersahutan sepertinya turut menyambut kehadiran kami. Dan memberi kabar, bahwa sebentar lagi puncak Gunung Prau akan tergapai.
Sekitar pukul
19.00 WIB rombongan kami tiba. Luar biasa! Camping groud puncak gunung itu sudah dipenuhi oleh tenda-tenda
para pendaki. Bahkan kemah itu sampai ke bukit sebelah timur dan utara Gunung Prau. Ketika itu di puncak Gunung Prau sangat ramai, seperti pasar malam.
Agar bisa cepat istirahat, kami segera mendirikan tenda. Mengingat udara di
puncak Gunung Prau semakin malam, semakin dingin.
Ketika akan mendirikan
tenda kami sempat dibuat repot oleh tipuan angin yang kencang. Serta suhu
udara yang sangat dingin sedikit menghambat tenda berdiri. Bahkan saya sendiri agak
kesulitan ketika akan mengikatkan tali tenda karena tangan gemetaran kedinginan. Tetapi
dengan saling bahu-membahu tidak berapa lama empat tenda bisa berdiri. Sedangkan wanita sigap menyiapkan masakan. Sehingga kami dapat menikmati
makanan dan minum kopi hangat. Berkat kerjasama yang bagus akhirnya, kami pun bisa istirahat dan
tidur.
Rasanya tidur belum pulas, menjelang subuh kami sudah dibangunkan oleh teriakan petugas. Rupanya
petugas Gunung Prau sengaja membangunkan para pendaki. Agar bisa menikmati keindahan dari Gunung Prau itu. Tidak berapa lama, walaupun keadaan masih agak gelap.
Tidak peduli hawa dingin dan terpaan angin kencang. Para pendaki berhamburan
keluar dari tenda masing-masing. Menuju sisi lereng sebelah timur. Mencari
posisi bagus untuk melihat pesona alam dan mengabadikannya.
Inilah keunggulan
suguhan indah dari atas Gunung Prau. Padahal gunung Prau gundul hanya sedikit
ditumbuhi pohon pinus. Tetapi dari puncaknya, para pendaki dapat melihat
pemandangan cantik. Berawal dari kemunculan garis memanjang warna merah dan
gradasi kuning keemasan. Disusul kemunculan sunrise serta penampakan indah Gunung Sindoro dan Sumbing
seolah muncul dari atas awan. Serta latar belakang puncak Gunung Merapi, Slamet
dan Merbabu. Sehingga semakin indah lukisan alam itu.
Melihat penomena alam
itu hampir seluruh pengunjung bersorak, histeris. Suatu anugrah Tuhan yang
harus kita syukuri. Pantas saja ratusan bahkan ribuan orang rela berdatangan ke
puncak Gunung Prau. Tidak hanya pengunjung lokal. Ada juga turis asing berbaur
menikmati keindahan alam itu. Saya pribadi yang baru kali pertama datang ke
puncak Prau merasa terharu dan gembira. Bersyukur masih bisa menikmati karya
Ilahi yang tiada tara. Seperti sedang mimpi di negeri dongeng berada di
khayangan.
Menurut keterangan
Suwikno, salah satu angota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) kawasan Dieng.
Hampir setiap libur di akhir pekan Gunung Prau selalu banyak dikunjungi para pecinta alam. Apalagi kalau hari libur panjang. Serta didukung keadaan cuaca
yang bagus, bisa ribuan pendaki berdatangan ke puncak Gunung Prau.
Padahal menurut Suwikno, di
kawasan daratan tinggi Dieng terdapat juga obyek wisata lain yang tak kalah
menarik. Ada Kawah Sikidang, Telaga Warna, kompleks Candi Arjuna, Semar dan
Srikandi.
“Saya siap memandu para wisatawan yang akan berkunjung ke kawasan Dieng dan sekitarnya. Sekaligus mencarikan tempat penginapannya,” kata Suwikno menawarkan diri.
“Saya siap memandu para wisatawan yang akan berkunjung ke kawasan Dieng dan sekitarnya. Sekaligus mencarikan tempat penginapannya,” kata Suwikno menawarkan diri.
Bagi yang mau menginap
bisa secara homestay yang banyak
tersebar di sekitar Dieng. Bahkan ia siap mencarikan homestay dari yang kelasnya mahal sampai relatif murah. Rumah
petakan juga ada, ujar Suwikno berpromosi. Bagi yang berminat berwisata ke
daerah Dieng silahkan menghubungi Pak Suwikno, telepon: 085 868 622 716, 085
328 405 267 atau kirim e-mail: ahmadsuwikno@yahoo.com.
Sekitar jam 9.00 WIB pagi, kami beres-beres. Bersiap, karena harus segera meninggalkan puncak Gunung Prau.
Rasa cape dan lelah terbayar sudah setelah menyaksikan keindahan alam itu.
Untuk kembali pulang, kami sepakat memilih jalur Dieng. Melewati jalur Dieng
ini dapat menikmati pemandangan perbukitan dan tanah lapang. Seperti di serial
film anak Teletubbies dan Bunga Daisy yang malu-malu mekar karena kemarau panjang.
Ternyata banyak juga
yang melewati jalur ini. Melewati jalur Dieng perjalanan akan banyak berada di atas
perbukitan. Tetapi harus hati-hati melalui jalur ini, karena di sisi kiri-kanan
terdapat jurang. Melewati jalur Dieng, kita akan disambut hutan pinus
yang memberikan teduh. Dengan akar-akar melintang yang timbul ke permukaan.
Dari atas bukit di sepanjang jalan ini juga dapat melihat pemandangan cantik lembah
Dieng.
Walaupun jarak tempuhnya
jauh, tetapi track-nya landai.
Karakter jalan ini sangat cocok bagi yang hobi hiking. Mendekati menara tower ada tiga pilihan jalur
menuju Dieng. Bisa lewat Kalilembu, jalur Dieng lewat menara tower, dan jalur yang baru dibuka. Sayang ketika itu saya tidak menemukan petunjuk arah.
Sekadar informasi, sekarang ada jalur shotcut yang baru dibuka. Jalur alternatif ke arah Dieng ini lebih landai, berada di bawah jalur menara tower. Menurut Syarif salah satu ranger Gunung Prau, jalur ini bahkan akan diperlebar sehingga lebih nyaman dilewati.
Sekadar informasi, sekarang ada jalur shotcut yang baru dibuka. Jalur alternatif ke arah Dieng ini lebih landai, berada di bawah jalur menara tower. Menurut Syarif salah satu ranger Gunung Prau, jalur ini bahkan akan diperlebar sehingga lebih nyaman dilewati.
Ketika melewati jalur
Dieng kami sempat melihat semangat kesigapan dua orang relawan yang memungut
sampah, ini contoh baik. Memang, pada umumnya para pendaki sudah menyadari dan akan membawa pulang sampahnya
masing-masing. Termasuk dari rombongan
kami membawa pulang sampah-sampah itu. Karena ini adalah salah satu komitmen
pencinta alam dalam mencintai alamnya, salah satunya tidak membuang sampah sembarangan.
Sekitar pukul 12.00 WIB
rombongan kami tiba di areal parkir Dieng. Untuk memulihkan kondisi badan yang
lelah. Sebelum melanjutkan perjalan pulang, kami istirahat terlebih dahulu. Banyak
juga pendaki lain yang memilih istirahat di antara deretan warung makan, toko
oleh-oleh itu.
Baru sekitar pukul 14.00
WIB rombongan kami pulang meninggalkan kawasan Dieng. Kali ini kami memilih
pulang lewat Batang, Kalisari, Pekalongan menuju arah Pantura. Berharap bisa
memangkas waktu lebih cepat, ternyata di Tegal sampai Brebes kendaraan terjebak
macet. Disebabkan diberlakukan sistem buka-tutup jalan karena ada pengecoran
jalan raya. Tetapi kami bersyukur bisa tiba kembali ke Jakarta sekitar
pukul 2.00 WIB pagi dengan selamat.
mantabbbbbbbbbbb
ReplyDelete