Advertisement
Keletihan
mental bukannya penyakit khayalan. Orang yang menderita keletihan mental memang
sungguh sakit, bahkan sangat tertekan. Bagi orang yang tidak pernah
mengalaminya sukar memahaminya.
Orang-orang
yang terlalu banyak bekerja berlebihan, baik pekerjaan fisik maupun kerja otak
atau pikiran, terkadang sering menderita apa yang disebut “keletihan mental”.
Orang
yang menderita keletihan mental, biasanya mengalami kelainan-kelainan, baik
dalam badannya maupun pikirannya. Kepala terasa berat, dahi panas dan sering
menderita sakit kepala. Saraf menjadi tegang, gugup dan tidak pernah merasa
badan segar. Bila ia kebetulan terjaga di waktu malam, amat sulit untuk
tertidur kembali. Muka mudah menjadi merah, jantung berdebar cepat serta gugup
bila harus bicara di depan umum.
Gejala-gejala
Selain
gangguan-gangguan fisik, pikirannya juga menjadi kacau tidak menentu. Ia mudah
sekali menjadi cemas dan kecil hati. Pikirannya menjadi ngawur, kehilangan daya
kontrol dan ingatannya menjadi lemah.
Kesadaran
sedikit banyak menjadi berkurang, daya reaksi lambat. Sulit bergaul dalam
masyarakat, akibat terlalu memusatkan perhatian kepada diri sendiri. Ia sama
sekali tidak dapat merasakan nikmat hidup ini. Sukar sekali bicara karena pikirannya
mengembara ke sana kemari. Ia seolah-olah sedang hidup di suatu masa lain.
Seperti hidup di masa lampau atau di masa akan datang. Oleh karenanya ia sangat
mudah dirundung rasa sedih atau cemas.
Kehendaknya
menjadi lemah, tidak stabil dan tidak tetap. Tindakannya bukan berdasarkan
kebebasan, melainkan naluri. Akibatnya timbulah rasa rendah diri, rasa tidak
berharga yang selalu dibarengi rasa cemas. Ia seolah-olah masuk suatu penjara
yang dibuatnya sendiri.
Pendek
kata, orang yang menderita keletihan mental merasa diri dan pribadinya
terpecah-belah, kehilangan daya kontrol sehingga tidak sanggup menguasai diri.
Pembinaan Kembali
Supaya
kita dapat mengontrol dan menguasai diri kembali, kekuatan-kekuatan tersebut di
atas harus ditata dan dibina ulang. Mungkin ada orang merasa tidak perlu
membina ulang segala kekuatan ini, tapi paling tidak mengurangi perasaannya.
Karena
pada umumnya perasaan sering memegang peranan sangat penting dalam hidup ini.
Kita mudah sekali merasa sedih, sabar hati, jengkel dan kehilangan kesabaran.
Kita kadang tidak dapat mengontrol diri sendiri. Akibatnya kita tetap sedih dan
murung, jengkel dan tidak sabar yang seharusnya kita kuasai, tapi sebaliknya
malah menguasai dan menyeret kita ke luar rel.
Untuk
dapat menguasai perasaan, pertama-tama kita harus menguasai pikiran kita.
Karena pikiranlah yang mendahului tindakan. Sedang pikiran dan tindakan
bersama-sama mengubah dan menuntun perasaan-perasaan kita. Pikiran dan kehendak
adalah pengemudi yang mengatur dan mengarahkan perasaan. Maka dari itu,
pertama-tama kita harus mengontrol perasaan kita.
Adalah
suatu gejala umum dewasa ini, yaitu bahwa terlalu banyak orang tidak tahu apa
yang ia sedang pikirkan. Atau tidak dapat berpikir tentang apa yang mereka
inginkan, karena pikiran mereka terpecah belah. Inilah suatu pemborosan mental
yang sia-sia. Suatu pemborosan energi yang tidak perlu.
Bagi
mereka yang menderita keletihan mental. Pada dasarnya ada dua jenis pengobatan
atau latihan, yaitu latihan fisik dan mental.
Pertama-tama
harus diperhatikan, supaya ia makan cukup dan makanan sehat. Karena ini penting
sebagai bantuan dalam usaha membuat latihan-latihan selanjutnya. Olah raga
ringan sangat dianjurkan dan pasti sangat membantu untuk menyegarkan otak dan
badan. Tetapi usaha-usaha fisik saja belum cukup, tetapi harus dibarengi dengan
latihan-latihan mental.
Jauhkan diri dari pikiran dan perasaan yang dapat
menimbulkan kecemasan atau kejengkelan. Karena pikiran-pikiran kacau ini dapat
membuat orang sakit lebih parah lagi.
Selanjutnya
orang yang menderita keletihan mental harus diyakinkan dan meyakinkan diri
sendiri, bahwa ia sanggup mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi.
Latihan
berikutnya ialah bersifat lebih aktif, melalui pembinaan rasa kesadaran, daya
konsentrasi, kehendak dan perasaan. Yang paling penting usaha untuk menjadi sembuh
harus dimulai oleh si penderita sendiri.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, amin
Sumber: Achieving
Peace of Heart, oleh Narciso Irala, translated by Lewis Delmage, St Paul
Publication (1965).
0 komentar:
Post a Comment