Advertisement
“Maaf Mba, batu-batu itunggak boleh dibawa pulang, nanti bisa kesurupan. Kemarin ada orang dari Bandung kesurupan setelah mengambil batu dari sini,” kata tukang perahu kepada salah seorang perempuan setengah baya.
Kejadian itu sudah lama terjadi, yaitu pada hari
kedua Idul Fitri 1437 H lalu. Ketika kami sedang melihat kapal illegal
fishing di pantai Pasir Putih, Pangandaran, Jawa Barat. Sepulang dari pantai Batu
Hiu. Karena hari masih siang dan cuaca cerah maka kami putuskan
mengunjungi pantai Pangandaran. Bagi saya entah yang keberapa kali datang ke
pantai itu. Rasanya tak pernah bosan. Daya tarik pantai Pangandaran selalu
membuat penasaran untuk dikunjungi.
Pada hari itu pengunjung yang mau liburan ke
pantai Pangandaran sudah ramai. Hal itu terlihat antrian kendaraan memadati
pintu gerbang menuju obyek wisata itu. Agar tidak terjebak antrian
panjang kami memilih jalan alternatif.
Setelah memasuki perkampungan obyek wisata, kemacetan pun tak bisa dihindari. Jalan menuju ke pantai dipadati kendaraan para wisatawan. Sehingga laju kendaraan pun berjalan tersendat-sendat. Untuk memperlancar arus kendaraan petugas memberlakukan jalan satu arah. Semua kendaraan diarahkan menuju pantai timur.
Setelah memasuki perkampungan obyek wisata, kemacetan pun tak bisa dihindari. Jalan menuju ke pantai dipadati kendaraan para wisatawan. Sehingga laju kendaraan pun berjalan tersendat-sendat. Untuk memperlancar arus kendaraan petugas memberlakukan jalan satu arah. Semua kendaraan diarahkan menuju pantai timur.
Ketika kami tiba di
pantai timur di sepanjang jalan itu sudah dipenuhi jejeran kendaraan terparkir.
Begitu pun di hotel-hotel dan rumah-rumah penginapan sudah dipenuhi berbagai
jenis mobil dan motor. Untuk parkir jenis truk, bus besar dan ukuran sedang
ditempatkan di areal parkir pasar cenderamata. Sebagian di lapangan ujung tol
pantai barat dan Tapang Doyong pantai timur.
Saat itu mencari tempat parkir dibutuhkan kesabaran. Kami pun sekitar
setengah jam baru mendapat tempat di dekat pintu masuk sebelah barat Cagar
Alam. Tampak di sekitar pintu masuk ke Taman Wisata Alam Penanjung itu begitu
ramai. Memang, di Pangandaran tidak identik dengan wisata pantai. Tetapi ada
juga spot menarik untuk di jelajah yaitu hutan lindung Cagar Alam dan satwa.
Keramaian juga terlihat di sepanjang pantai
sebelah barat. Keceriaan para pengunjung terlihat jelas. Mereka nampak asik
bermain-main, ada yang berenang-renang, main bola, ada yang asyik main pasir.
Bahkan ada juga yang naik kuda dan lain-lain. Mereka semua terlihat bersuka
cita, dan hirau oleh panas pancaran sinar matahari.
Di tengah keramaian wisatawan, terlihat para
petugas penjaga pantai terlihat hilir mudik. Mengawasi pengunjung yang sedang
berenang. Sekali-kali terdengar melalui pengeras suara. Mengingatkan agar
berenang tidak melebihi batas yang sudah ditentukan karena berbahaya. Ada batas zona aman untuk berenang. Ditandai
dengan pelampung bendera merah di sepanjang pantai, baik di pantai timur maupun
barat.
Di antara keramaian pengunjung itu berjejer
beberapa perahu nelayan. Rupanya sebagian nelayan di Pangandaran ketika ramai
wisatawan tidak menangkap ikan. Mereka memilih mencari tambahan rezeki sebagai jasa antarjemput para
turis, yang ingin melihat pemandangan kehidupan bawah laut. Seperti
melihat-lihat ikan hias, melihat taman karang laut. Atau menyeberang ke pantai
Pasir Putih di Taman Wisata Alam untuk melihat monumen kapal illegal fishing.
Adapun untuk ongkos naik perahu cukup Rp10,000,-/orang pulang pergi. Kapasitas setiap perahu-perahu dibatasi hanya mengangkut 10 orang, tidak boleh lebih. Hal ini untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Setelah adanya kapal illegal fishing yang
didamparkan di laut Pangandaran. Dan gencarnya pemberitaan media tentang kapal
kontroversi itu. Banyak pengunjung pantai yang penasaran ingin melihat kapal
itu dari dekat. Hal itu sekaligus menambah daya tarik tersendiri yang
secara tidak langsung menambah ‘panen’ bagi penarik perahu. Tidak aneh,
ketika itu di laut Pangandaran ramai oleh hilir mudik perahu-perahu mengangkut
wisatawan.
Menurut beberapa sumber, kapal FV. Viking
berbendera Nigeria itu diketahui sudah menjadi buronan Norwegia, negara yang
memproduksi kapal tersebut. Status buronan tersebut ditetapkan Norwegia sejak
2013. Atau sejak kapal tersebut diketahui melakukan aksi illegal
fishing. Dan kapal itu telah menjadi buronan dari 13 negara
bertahun-tahun. Kapal penangkap ikan itu juga tercatat sudah 13 kali ganti
nama, 12 kali ganti bendera, dan 8 kali ganti call sign.
Setelah ditangkap pada 26 Februari 2016 di Tanjung Berakit,
Kabupaten Bintan, Provinsi Riau. Kini kapal berbobot 1.322 gross
tonnage (GT) itu, oleh satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan
Ikan Secara Ilegal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kapal
itu dijadikan monumen illegal fishing di pantai barat Cagar
Alam Pangandaran. Ini merupakan sebuah pembuktian kepada dunia Internasional.
Bahwa Indonesia serius memberantas pencurian ikan di perairan Indonesia.
Komitmen ini ditegaskan Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.
Sementara hari semakin sore, para pengunjung pantai terlihat
masih saja ramai. Sekitar pukul 17.00 WIB sore, kami memutuskan untuk pulang.
Tetapi untuk kembali pulang, kami harus bersabar menunggu. Karena perahu yang
tadi mengantarkan kami masih sibuk mengantarjemput penumpang lain.
Ketika sedang
asyik menunggu perahu jemputan. Saya menyimak obrolan tukang perahu dengan
seorang perempuan, tidak jauh dari tempat saya berdiri. Keduanya membicarakan
masalah batu-batu yang akan dibawa oleh perempuan itu. Ada salah satu perkataan
si Abang perahu yang cukup menarik.
“Maaf Mba, batu-batu
itu nggak boleh dibawa pulang nanti bisa kesurupan. Kemarin ada orang
dari Bandung kesurupan setelah mengambil batu dari sini,” kata si Abang
penarik perahu kepada perempuan setengah baya.
Perkataan tukang perahu yang berbau klenik itu cukup menggelitik.
Apa benar batu karang itu bisa menyebabkan kesurupan? Tidak tahu pasti. Menurut
saya si Abang perahu itu cukup bijak, ambil sisi positifnya saja. Itu bagus
juga, agar tempat-tempat wisata dimanapun tidak dirusak oleh tangan-tangan
iseng oknum wisatawan. Sebab prilaku tidak elok itu lama kelamaan bisa
menyebabkan kerusakan lingkungan dan keindahan obyek wisata itu sendiri.
Sebuah
pembelajaran dari tukang perahu. Secara tidak langsung sudah menjaga
lingkungan dengan caranya sendiri. Dan tidak berapa lama perahu penjemput
pun datang, akhirnya kami bisa pulang. Meninggalkan bangkai kapal yang sudah
berkarat itu, sebagai monumen illegal fishing di laut
Pangandaran.
0 komentar:
Post a Comment