Advertisement
Ketika bedog (golok) itu digoreskan sedikit ke kulitnya. Cairan berwarna merah darah itu mengucur keluar dari batang pohon itu. Kami pun terheran, sambil menatap ujung jari telunjuk sang pemandu yang mencolek lelehan cairan itu dan diperlihatkan kepada kami.
Kejadian
itu pada saat ranger mengenalkan salah satu pohon kepada kami. Yaitu
pohon Kimokla, pohon yang getahnya berwarna merah, percis seperti
darah. Bagi yang awam tentu mengherankan. Sebab saya pribadi baru kali
pertama melihat pohon ‘berdarah’ seperti itu.
Hutan tropis Gunung Halimun |
Itulah
pengalaman pada saat mengisi libur akhir pekan beberapa waktu lalu. Ketika
saya, Widodo dan Sanudd -- mencoba menjauh dari hiruk-pikuk keramaian ibukota.
Dengan melakukan trekking ekowisata ke Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Yaitu hutan dataran rendah terbesar di
pulau Jawa yang masih tersisa.
Kawasan
hutan lebat yang berlokasi di tiga Kabupaten. Meliputi Kabupeten Bogor,
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dan Kabupeten Lebak, Provinsi Banten. Hutan
tropis itu sudah dijadikan Taman Nasional sejak tahun 1992. Memiliki
keragaman flora dan fauna yang tinggi. Hutan seluas 113.357 hektar itu
merupakan rumah bagi 23 spesies mamalia, 200 spesies burung. Serta lebih dari
500 spesies tumbuhan.
Getah pohon Kimokla berwarna merah, |
Tepatnya
kami mengunjungi Kampung Citalahab, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor. Sebuah kampung wisata, atau disebut juga Citalahab Central. Berada
di pinggir hutan kawasan Gunung Halimun. Ke kampung yang masih asiri ini sering
didatangi juga oleh para wisatasan, baik lokal maupun asing dari berbagai latar belakang
profesi.
Sedangkan
mayoritas penduduk kampung Citalahab bekerja sebagai petani penggarap di perkebunan teh
Nirmala. Tidak hanya itu. Sebagian warganya juga diberdayakan sebagai
mitra kerja. Bersama Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Untuk turut
menjaga keseimbangan dan melestarikan hutan itu.
Bahkan rumah penduduk sering dijadikan home stay bagi pengunjung yang akan nginap. Tetapi jika ingin berkemah tersedia juga Camping Ground, lokasinya tidak jauh dari perkampungan itu.
Bahkan rumah penduduk sering dijadikan home stay bagi pengunjung yang akan nginap. Tetapi jika ingin berkemah tersedia juga Camping Ground, lokasinya tidak jauh dari perkampungan itu.
Di
Citalahab Central pengunjung bisa melakukan kegiatan jungle trekking, hiking, tea
walk, atau mandi di sungai yang airnya masih jernih. Untuk
kegiatan jungle trekking ada dua pilihan. Pertama yaitu trekking menuju
Curug Macan melewati hutan hujan tropis, canopy trail, pusat penelitian
Cikaniki. Kemudian kembali ke penginapan.
Pilihan
kedua trekking menuju Curug Cikudapaeh melewati hutan hujan tropis
kemudian kembali ke penginapan. Selain itu pengunjung bisa juga hiking ke
Gunung Kendeng dan puncak Gunung Halimun. Namun dibutuhkan waktu yang lebih
lama dan idealnya menginap sekitar 3-5 hari.
Menuju Gunung Halimun
Memulai
pemberangkatan dari titik pertemuan di Cimanggu, Bogor. Sekitar pukul 13.00
WIB siang menggunakan dua sepeda motor. Melalui rute
Leuwiliang melewati Desa Nanggung, Desa Curug Bitung, Desa
Malasari. Diteruskan ke perkebunan teh Nirmala dan berakhir di Kampung
Citalahab. Melalui rute ini jalan beraspal naik turun serta berkelok. Hati-hati saja sebagian jalan rusak dan berlubang.
Stasiun Penelitian Cikaniki |
Setelah
tiba di Desa Malasari akan menemukan pintu gerbang. Sebagai pintu masuk ke
Kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Hanya saja, mulai dari pintu gerbang sampai
ke Kampung Citalahab. Kondisi jalanan berbatu dan tidak rata. Kira-kira
sejauh 16 km melewati pemandangan perkebunanan teh.
Di
sisa perjalanan itu kami harus berjuang menaklukkan jalanan berbatu. Tidak
sedikit kami melewati batu jalan berlumut dan licin. Bahkan sepeda motor yang
saya kendarai beberapa kali terpeleset dan sempat terjatuh. Beruntung
tidak sampai mencederai badan, hal serupa dialami teman saya.
Jalan berbatu itu benar-benar menguras tenaga.
Kami harus hati-hati dan berjuang ekstra mengendalikan laju kendaraan. Maklum
saya memakai sepeda motor jenis matic. Dengan ban roda pendek. Disamping itu
kami tidak mengenal medan jalan yang akan dilalui. Karena baru kali ini
berkunjung ke kawasan Gunung Halimun. Lumayan merepotkan, tetapi menarik dan
seru.
Ke
Citalahab juga bisa melalui jalur Ciawi. Melewati jalan Raya Sukabumi, masuk
Desa Parung Kuda, Desa Kabandungan, Desa Cipeuteuy. Diteruskan menuju kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dan berakhir di Desa Citalahab.
Sekitar pukul 17.00 WIB sore kami tiba di perkampungan Citalahab. Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam dari Bogor. Suasana kampung tampak sepi dan tenang. Langsung saja kami melapor ke Suryana, koordinator pengelola lingkungan kampung wisata Citalahab Central. Sekaligus mencari penginapan untuk semalam.
Sekitar pukul 17.00 WIB sore kami tiba di perkampungan Citalahab. Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam dari Bogor. Suasana kampung tampak sepi dan tenang. Langsung saja kami melapor ke Suryana, koordinator pengelola lingkungan kampung wisata Citalahab Central. Sekaligus mencari penginapan untuk semalam.
Tidak
butuh waktu lama. Kami pun diantar ke salah satu rumah. Yaitu rumah Ade, yang
memang sudah biasa dijadikan sebagai home stay. Dengan ramah pemilik rumah
menyambut kami dan mempersilakan masuk. Akhirnya kami bisa istirahat tenang.
Memulihkan kondisi badan yang kecapean.
Matahari
mulai tenggelam di upuk barat. Tampak kabut putih mulai menyelimuti
sebagian hutan Gunung Halimun. Semakin malam udara semakin dingin. Maklum
kampung Citalahab berada di pegunungan. Dengan ketinggian sekitar 950 mdpl.
Saking dinginnya air, pada sore itu kami pun tidak berani mandi.
Selepas
magrib, kampung itu ternyata ramai oleh anak-anak bermain. Jauh dari kesan
sebuah kampung yang sepi -- berada di hutan yang jauh kesana-kemari. Mereka ada
yang belajar mengaji. Ada juga yang latihan bernyanyi, sambil belajar
menabuh rebana mengiringi lagu-lagu kosidah.
Sebaliknya sekitar pukul 20.00 WIB malam. Kampung itu berubah menjadi
hening. Hanya terdengar gemercik aliran air dari kali kecil di
samping rumah tempat kami nginap. Diiringi paduan suara binatang malam
bersahutan. Diselingi semilir tiupan angin dari arah hutan. Menerpa pepohonan.
Daun-daunnya seolah melambai-lambai menyambut kehadiran kami.
Hawa
dingin semakin merasuk ke sekujur tubuh. Sambil duduk di bale-bale rumah. Kami
coba menghangatkan badan dengan secangkir kopi. Terlihat bulan hanya sedikit
memberi sinar remang. Suasana pada saat itu benar-benar kami nikmati.
Malam pun semakin larut. Dan rasa ngantuk pun
datang menyerang. Akhirnya kami pun ngeloyor tidur, agar besok
pagi bisa segar kembali.
Trekking ke Hutan Halimun
Pagi hari tiba. Sebelum melakukan trekking ke Curug Macan. Kami memilih jalan-jalan berkeliling. Melihat suasana seputar kampung sambil menikmati udara segar, jauh dari polusi. Terlihat sebagian warga Citalahab kembali melakukan aktivitasnya.
Trekking ke Hutan Halimun
Pagi hari tiba. Sebelum melakukan trekking ke Curug Macan. Kami memilih jalan-jalan berkeliling. Melihat suasana seputar kampung sambil menikmati udara segar, jauh dari polusi. Terlihat sebagian warga Citalahab kembali melakukan aktivitasnya.
Setelah
sarapan pagi sekitar pukul 08.00 WIB, kami bersama Ade berangkat menuju
Curug Macan. Diperkirakan jaraknya sekitar 3,5 km dari home stay. Melewati
hutan lebat Gunung Halimun. Menyusuri jalur jalan setapak yang tertutup
rerumputan dan rimbun pepohonan.
Hutan
yang ditumbuhi beragam pepohonan itu sungguh mengagumkan. Pohon-pohonnya
berdiri kokoh menjulang tinggi. Seperti pohon Puspa (Schima wallichii), Rasamala
(Altingia excelsa), Tangkur gunung (Lophatherum gracile) -- umbinya
dipercaya masarakat setempat dapat dimanfaatkan untuk obat
kuat. Diperkirakan pohon-pohon itu sudah berumur puluhan tahun. Bahkan ada
yang sudah berumur ratusan tahun.
Sepanjang perjalanan menyusuri hutan. Kami
belajar mengenal keberbagai jenis tumbuhan. Seperti berbagai jenis
pakis, palem hingga pohon Damar yang dilindungi. Dan mengenal yang bisa
dikonsumsi maupun tidak. Misalnya tumbuhan Begonia bisa untuk survival, karena batangnya
bisa dikonsumsi. Setelah saya coba, rasanya sedikit asam tapi menyegarkan.
Sebaliknya pohon
Reungas (Parartocarpus venenosus) sebaiknya dihindari. Karena
getahnya apabila terkena kulit bisa gatal-gatal hingga menyebabkan luka
korengan. Begitu juga tumbuhan Pulus daunnya bisa menyebabkan gatal-gatal.
Masih banyak hal lain yang bisa dijadikan pelajaran dan pembelajaran di hutan itu.
Yang mengherankan pada saat itu kami tidak menemukan Owa, yaitu binatang sejenis kera. Padahal ketika sedang berkeliling
kampung. Kami sempat mendengar lengkingan suaranya dari arah jalur yang kami lalui itu.
Menurut keterangan pemandu. Beberapa pohon di sepanjang jalur yang dilewati kami. Biasanya tempat Owa singgah untuk mencari makan. Dan pohon-pohon tempat singgah Owa itu diberi tanda pita putih oleh para peneliti. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan riset.
Menurut keterangan pemandu. Beberapa pohon di sepanjang jalur yang dilewati kami. Biasanya tempat Owa singgah untuk mencari makan. Dan pohon-pohon tempat singgah Owa itu diberi tanda pita putih oleh para peneliti. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan riset.
Ironi
sekali. Ternyata yang giat melakukan penelitian itu orang luar negeri.
Misalnya dari Korea Selatan. Terutama para mahasiswa dari Korea Selatan paling
rajin. Bahkan mereka rela tinggal berbulan-bulan di kampung Citalahab. Untuk melakukan
riset di kawasan hutan Gunung Halimun.
Ketika
sampai di lokasi jembatan gantung (canopy trail). Sayang sekali kami tidak bisa
naik ke atas jembatan tersebut. Karena canopy trail sepanjang 125
meter dengan ketinggian 30 meter itu rusak. Tidak bisa dipakai.
Disebabkan tiga pohon penopangnya tumbang.
Padahal
kami ingin sekali naik untuk menikmati pemandangan dari atas. Melihat kehidupan
satwa liar dan burung-burung. Entah kapan jembatan yang sudah menjadi
favorit para pengunjung itu diperbaiki lagi? Belum jelas.
Sedikit
kecewa tidak bisa naik ke canopy trail. Trekking diteruskan ke Stasiun
Penelitian Cikaniki. Lokasinya berada di tengah hutan. Balai Penelitian itu
dibangun atas kerjasama Pemerintah Indonesia dan Jepang. Di tempat itu kita
bisa melihat-lihat beragam tanaman obat dan hias. Tercatat tanaman obat 92
jenis, tanaman hias 70 jenis.
Seandainya
punya waktu banyak. Selepas magrib bisa melakukan pengamatan glowing
mushroom. Yaitu sebuah penomena unik dari jamur kecil, yang bisa mengeluarkan
cahaya hijau berpendar. Biasanya cahaya itu keluar pada malam hari. Cahaya itu
adalah akibat proses reaksi kimia. Karena jamur itu memiliki
kemampuan bioluminescent.
Dari
Balai Penelitian. Dilanjutkan menuju Curug Macan, yang berjarak sekitar 500
meter. Tiba di curug itu, tampak sorak ceria anak-anak muda sedang
mandi. Menikmati kucuran air terjun yang jernih. Curug itu tidak terlalu
besar, tingginya kira-kira 8 meter. Airnya jatuh mengalir ke kali kecil yang
lain. Dimana terdapat batu-batu besar-besar di dalamnya. Jernihnya air kali
membuat penasaran ingin mandi berendam.
Selesai
dari Curug Macan kemudian kami pulang. Sekaligus trekking melewati
perkebunan teh. Pemandangannya cukup menarik. Di perjalanan ini kami bisa
menikmati panorama perbukitan kebun teh. Sejauh mata memandang terlihat
pegunungan dengan hamparan hijau sungguh menyegarkan.
Perjalanan Pulang
Selesai berpetualangan di hutan lebat Gunung Halimun kami pulang ke penginapan. Dan tiba sekitar
pukul 12.00 WIB siang. Sebelum pulang, kami menyempatkan istirahat.
Maklum akan menempuh perjalanan jauh.
Dalam menentukan perjalanan pulang itu kami sempat bingung. Antara pulang lewat jalan semula. Atau pulang lewat Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Sama-sama jauh, tetapi medannya berbeda karakter.
Dalam menentukan perjalanan pulang itu kami sempat bingung. Antara pulang lewat jalan semula. Atau pulang lewat Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Sama-sama jauh, tetapi medannya berbeda karakter.
Akhirnya
diputuskan lewat arah Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi, walaupun rutenya jauh.
Jalur jalan berbatu juga, tetapi jaraknya sekitar 8 km melewati hutan
lebat. Konstur jalan agak landai, naik turunnya sedikit. Sedangkan lewat jalan
semula 16 km berbatu, tidak rata, naik turunnya tinggi, berkelok.
Pertimbangan lain adalah, kami ingin mencari suasana berbeda.
Tidak
terasa. Terik matahari siang semakin menyengat. Kami pun pamitan pulang kepada
tuan rumah, Ade. Sekaligus mengucapkan terima kasih telah menerima dengan
baik. Dan mendampingi kami pada liburan singkat di kawasan hutan Gunung
Halimun. Begitu juga ke Suryana, selaku koordinator lingkungan di
Citalahab Central.
Sekitar
pukul 13.00 WIB siang. Kami meluncur pulang, menyusuri jalan berbatu ke
arah Cipeuteuy. Benar juga melalui jalan ini kondisi jalan tidak seberat ketika
berangkat. Menariknya, biar perjalanan siang hari tetapi tidak terasa panas.
Sebab sepanjang jalan pohon-pohon lebat hutan Gunung Halimun itu memberikan teduh. Walaupun ada sedikit rasa khawatir karena harus melewati
lebatnya hutan Gunung Halimun.
Hanya
butuh waktu sekitar satu jam kami tiba di pintu gerbang Desa
Cipeuteuy. Dan merasa plong ketika sampai di perkampungan penduduk.
Kesempatan itu kami gunakan untuk mencari tahu arah jalan. Setelah merasa
yakin. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Desa Kabandungan terus ke Parung
Kuda. Hingga sampailah di jalan utama Sukabumi-Bogor. Bagi kami jalur
jalan raya itu sudah tak asing lagi. Dan langsung saja kami meluncur ke arah
Bogor.
Menjelang
Caringin, perjalanan kami diguyur hujan lebat sampai Bogor. Sekitar pukul 21.00
WIB malam kami sampai di rumahnya Sanudd, dan istirahat
sebentar. Setelah hujan agak reda, saya meneruskan perjalanan lagi ke Bekasi.
Sedangkan Widodo ke Jatiwaringin. Dan bersyukur kami sampai dengan selamat
di rumah masing-masing.
Sebuah
liburan menarik dan menantang. Walaupun harus menempuh berjalanan jauh. Tetapi
suguhan keindahan kawasan hutan lebat Gunung Halimun. Cukup mengobati rasa
rindu keheningan di kawasan bersejarah itu. Dan bagaimana memaknai hidup
yang selaras antara manusia, alam dan Sang Pencipta.
Sebenarnya
masih banyak obyek wisata yang tidak kalah menarik di kawasan itu. Tinggal
pilih dan atur saja waktunya. Jika ingin liburan ‘menyepi’ tidak salahnya
mencoba ke kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Informasi lebih lengkap
silakan bisa menghubungi Suryana di nomor: 0857 1681 8469, 0858 1494
1502, 0813 1115 0165, ata Ade di nomor: 085720873694.
Berikut
daftar harga di home stay Citalahab Central: kamar 1; Rp
100,000/malam, kamar 2; Rp 75,000/malam, extrabed ; Rp30,000/malam,
tenda; Rp30,000/malam per tenda. Sarapan pagi, makan siang, makan malam @Rp30,000. Sedangkan guide (pemandu) Rp120,000 – Rp150,000.
Disarankan jika ingin trekking ke hutan sebaiknya ditemani guide agar
tidak kesasar di tengah hutan.
0 komentar:
Post a Comment